Meniup Nasib di Tahun Baru
Desember 30, 2008
Sudah banyak diketahui bahwa setiap menjelang perayaan Natal dan pergantian tahun, selalu banyak bermunculan pedagang terompet. Mereka biasanya menempati lokasi trotoar sisi jalan protokol, bertarung dengan debu jalanan dan deru kendaraan bermotor. Panas matahari dan serbuan angin malam, bukan rintangan yang membuat mereka ciut untuk menjaring rezeki.
Kebanyakan para penjual terompet ini berasal dari daerah Bulukerto, sebuah kecamatan di daerah gersang Wonogiri. Dari wilayah tersebut memang banyak berasal kelompok penjual mainan anak-anak, terutama jenis terompet ini. Setiap tahun mereka memperbarui desain terompet, sehingga bisa diperhatikan desain setiap tahunnya selalu bervariasi.
Dengan menyewa kendaraan truk terbuka, mereka bawa terompet-terompet harapan itu ke kota-kota besar. Tak cuma Jogja, tapi juga menjelajah Bali, Surabaya, dan Jakarta. Tenaga pemasarnya bisa dari penduduk Bulukerto, ataupun penduduk marginal kota setempat yang sudah setiap tahunnya ikut rutin menjualkan terompet saat pergantian tahun.
Meski simpang siur dan terkesan pada gosip-gosip agamis, bahwa meniup terompet (shofar) ini dituduh sebagai budaya orang-orang Yahudi saat yang merayakan tahun baru yang jatuh pada pada bulan ke tujuh (Nisan) pada sistem penanggalan mereka. Persetan dengan semua itu, bagi Edi –yang saya temui kemarin sore di depan stasiun Tugu– dan teman-temannya, tahun baru dan terompet adalah tiupan harapan bagi kehidupan mereka. Meski mungkin bosan dan penghasilan semakin tak tentu, tetapi harapan mereka terus digantungkan pada orang-orang kota yang berarakan, pawai kendaraan sepanjang jalan penuh keriangan. Jika biasanya penentu nasib mereka adalah cuaca, maka tahun ini ada dewa baru, Satpol PP. Dewa berseragam yang berkewajiban menertibkan kota jadi momok baru. Operasi penertiban digelar dengan denda sitaan terompet jika terbukti penjual terompet ini didapati tanpa identitas.
Ibarat dua sisi mata uang. Perayaan tahun baru dan penjual terompet adalah dua sisi kontras yang saling melengkapi. Tanpa kompromi, keduanya adalah ironi. Di balik gemerlap pesta dan euforia hura-hura, terselip perjuangan berat mencari rezeki. Memang tak perlu berharap terlalu tinggi bahwa orang-orang Bulukerto akan kaya dan tak lagi perlu berpanas-panas berpetak-umpet dengan petugas satpol PP dalam menjual terompet. Ini soal keseimbangan.
Tahun berganti, terompet ditiup dalam euforia, nasib mereka tetap sama –buruknya– tahun demi tahun.
Desember 30, 2008 at 5:18 pm
treeett!!!
selamat tahun baru!!
Desember 30, 2008 at 5:37 pm
kenapa harus limabelas bijih mas kan cukup satu aja hahaha itu pembicaraan kita di angkringan tugu mas …..dan kapan kita diskusi beberapa hal lagi yang mungkin ada manfaatnya buat aku haha
salam kenal tapi kayaknya aku dah beberapa kali ketemu dan meninggalkan jejak ku di sini
Desember 30, 2008 at 6:03 pm
Menjelang tahun baru, terompet memang bukan barang yang langka. Rasanya hampir di setiap jalan, terompet selalu ada. Benar kata anda, hany sebuah euforia. Sebuah kepuasan sesaat. Namun diharap mereka dalam suara sama yaitu : *tooeet … * yang sepersekian detik itu sejenak pula kita lepaskan gundah, gelisah dan digantung harapan yang tinggi dalam arungi tahun berikutnya.
Terima kasih penjual terompet, karena hanya dengan selembar uang 5000 (misal) aku dapatkan terompet ini. Bayangkan perjuangan mereka ke sini, hanya berharap dagangannya laris dan habis. Mungkin tak hanya habiskan uang 5000 itu.
Desember 30, 2008 at 7:17 pm
Ketoke salah siji penjual trompet iku iso tayang nang WJ, Nto…. Ojo lali yo.
Desember 30, 2008 at 8:31 pm
wonogiri…
selain penjual bakso ternyata mereka juga mencari rejeki musiman sebagai penjual terompet ya?
Desember 30, 2008 at 9:43 pm
wonogiri kota gaplek,penjual bakso dan kawula mudanya kebanyakan merantau menggapai mimpi dikota besar (seperti saya) ternyata juga ahli dalam inovasi pembuatan terompet.
Slamat taun baru Dab 😀
Desember 30, 2008 at 9:51 pm
ya ampun nto, mereka sampe jakarta juga toh? tahun berganti, terompet berganti… ah belum beli terompet!
Desember 30, 2008 at 10:24 pm
[…] bisa membantu ? . dan subhanallah ternyata teman-teman bloger yang berada di jogja antara lain mas antobilang, hera dan yg lainnya [saya lupa] menyempatkan diri menengok, sekalian membantu dalam hal […]
Desember 30, 2008 at 10:24 pm
met tahun bar,
dan makasih telah membantu keluarga saya disana 🙂
Desember 31, 2008 at 12:55 am
selamat taun baru, tobil 😀
Desember 31, 2008 at 1:31 am
yuk niup lagi…
Desember 31, 2008 at 7:07 am
pengin beli terompet …
Desember 31, 2008 at 11:05 am
selamat tahun baru
Desember 31, 2008 at 11:28 am
met tahun baru tok.. bentar lagi tiup terompet ga?
Desember 31, 2008 at 1:16 pm
saya jarang tiup terompet. sakit kuping soale huehehehe…
met tahun baru ntok. semoga
cepat luluskeinginanmu terpenuhi…Desember 31, 2008 at 1:18 pm
Tinggal beberapa jam lagi niup terompetnya…
Happy new year 2009..
Desember 31, 2008 at 1:38 pm
Semoga laku mang…….terompetnya
Desember 31, 2008 at 6:39 pm
lho-lho, udah tahun baru lagi to????
Desember 31, 2008 at 10:19 pm
ikut yang lain…
met taun baru 😛
Januari 1, 2009 at 4:57 am
Met taon baru Kang! *tiyup terompet fals2*
Januari 1, 2009 at 10:45 am
Mampir…
Selamat Tahun Baru, Nto!
Moga2 nasibmu (dan nasibku) bisa lebih baik di taon pesta pora pemilu ini 😉
Januari 1, 2009 at 3:20 pm
kenapa sih, taun baru identik dengan teropet? sampe kapan ya, pedagang terompet kayak gini bs eksis?
hehehe.. maap, saya malah tanya2..
salam kenal 😀
Januari 1, 2009 at 7:29 pm
met tahun baru 2009 bro..
tahun baru kali ini kamu merayakan dimana???
Januari 2, 2009 at 4:17 pm
ulan [mengucapkan] selamat menempuh tahun baru, minal aidin wal faidzin