Sejarah yang Hilang di Negeri Sendiri
Februari 3, 2008
Jenderal besar itu sudah masuk ke liang lahat. Buku kontroversi soal beliau pun, banyak yang bilang harus ditutup. Atau, mau tak mau terpaksa ditutup. Pro kontra baru muncul, diskusi yang kadang berubah jadi debat kusir, mewarnai polemik ini dan membuatnya tumbuh semakin melambung mengalahkan berita soal kemiskinan, bencana dan penggusuran yang masih terus terjadi.
Usulan pengampunan soeharto muncul sejak beberapa saat si Jenderal terbaring lemah diantara peralatan medis yang saya yakin itu pasti sangat menyiksa. Setelah malaikat maut sukses melakukan tugasnya, kemudian muncul wacana baru untuk memberikan gelar kepahlawanan kepada si Jenderal.
Yang menjadi soal, tentu saja bukan masalah memberi maaf dan memberi gelar pahlawan. Itu persoalan gampang, “mayar” kalau orang Jogja selatan bilang. Bukan hanya soal korupsi dan uang negara yang ada di kaki-kaki pak Harto dan keluarga.
Tapi ada sebuah hal penting yang kita perlu sadari, bahwa negeri ini perlu pelurusan dan penjernihan sejarah.
Kasihan sekali rakyat negeri ini kelak, jika tidak mengerti sejarah negerinya sendiri. Buta atau dibutakan dengan apa yang sebenarnya terjadi di negeri ini di masa silam. Darah siapakah yang dikurbankan untuk membangun pilar-pilar negeri ini. keringat siapakah yang digunakan sebagai penguat bangunan kokoh negeri ini. Berapa banyak orang harus kehilangan keluarga tanpa sebab jelas karena mencoba menyuarakan kebenaran.
Soalan yang terpenting sekarang adalah bagaimana kasus ini semua diungkap. proses hukum harus terus berjalan. Sebagai rakyat, kita pun memang tak bisa berbuat langsung karena memang tak punya wewenang.
Tapi ingat, kita punya hak untuk mengontrol.
Hak untuk melakukan kontrol sosial baik itu melalui tulisan, wacana, atau demonstrasi. Nah, soal cara demontrasi yang brutal dan lain sebagainya jangan menjadi penjegal hak orang lain untuk menyampaikan pendapat. Biarkan diskusi itu terus terjadi, wacana bergulir apa adanya. Jangan menganggap semangat menjernihkan sejarah ini sebagai upaya emosional yang kebablasan.
Ingatkah sampeyan dengan sebuah pepatah dangdut, “dia tidak cantik mak, dia tidak jelek mak, yang sedang-sedang saja“?
Sayangnya barisan kata sederhana itu tidak kita jiwai dalam tutur-laku hidup kita. Gemar sekali reaktif dan berlebihan. Kalau tak berlebihan menghujat, juga berlebihan memuji. Beberapa hari setelah sang jendral besar meninggalkan kita untuk selama-lamanya, sebuah harian nasional menulis “Mikul Kedhuwuren, Mendhem Kejeron“. Menjunjungnya terlalu tinggi, dan menimbunnya terlampau dalam. Plesetan yang jitu.
Saya hanya akan merasa heran jika kita akan melupakan Wiji Thukul yang sudah menjadi martir bagi perjuangan negeri ini? Atau masih perlu lusinan Marsinah dilenyapkan hanya karena berjuang menuntut hak-nya? Dipaksa menjadi kambing hitam atas nama propaganda anti buruh komunis? Perlu dipenggal lagi ratusan kepala tertuduh PKI dan Gerwani di Bali? Perlu episode lanjutan Kedung Ombo? Tanjung Priok? Cihideung Talangsari Lampung? Yang katanya demi stabilitas keamanan dan pembangunan negeri tercinta ini? Berapa episode operasi militer di Aceh yang perlu diulangi agar kita ingat?
Seberapa banyak lagi ‘bukti-bukti yang sering ditanyakan itu’ harus dibeber di kolom sempit blog ini? Pun sebenarnya saya yakin, di luar sana tertumpuk bermeter-meter dokumen yang bisa dibaca. Tapi kita malas, cih!
Sahabat sekaligus lawan saya pernah mengatakan, kalau “he give us many, but take away much more“. Sayang sekali, di saat ini, banyak yang menggemborkan, kalau jaman Soeharto dulu adalah jaman paling enak. Makan enak, pendidikan murah, bensin murah, pembangunan merata, harga bahan pokok murah, berhasil swasembada pangan, berhasil mendapat utang luar negeri, dst, dst…
…dan..zzzz….groook… kitapun tertidur lagi dalam mimpi membangun negeri yang sudah porak-poranda dan carut-marut ini. Dan di pojokan negeri ini, masih terus mengalir air mata janda-janda yang menangis karena sejarah yang hilang atas nama suami-suami mereka. Begitupula tanya anak-anak yang tak tahu bapaknya kemana, demi kestabilan keamanan nasional negeri ini kabarnya.
Selamat™, kita sudah ikut menenggelamkan bangsa kita dalam kebisuan sejarahnya sendiri.
Februari 3, 2008 at 12:55 am
Hohoho…Sefendafadh sangadh sama saia!!!
yang sefantasnya mengamfuni dan memaafkan itu seharusna orang-orang yang dulu ditindas dan jadi korban kebiadaban orde baru. mereka yang bilang “ampuni aja” dengan seenaknya jelas ndak funya otak… 👿
aihh…ndak idup ndak mati, soeharto emang suck sangadh… 😈
Februari 3, 2008 at 1:16 am
Sebuah kegagalan dari negeri ini, telah dua kali kita memeiliki mantan presiden dengan status hukum yang tak jelas hingga akhir hayatnya. Sungguh sulit menjelaskan hal ini kpd anak cucu kita kelak. Kelak hal ini akan menjadi bagian sejarah, lalu sejarah macam apa yang dapat kita ceritakan kpd mereka?! sejarah memang membingungkan… 😥
Februari 3, 2008 at 1:27 am
ternyata anto hobi dengerin dangdut… *salah fokus*
*log out karena lagi hujan badai*
Februari 3, 2008 at 1:47 am
Kadang heran kalau ada orang berkoar-koar bahwa jaman orba pembangunan [di Jawa] banyak, pangan cukup, dolar cuma 2000, stabil, dll. Padahal itu semua melibatkan korban darah dan airmata.
Entah apa yang dibanggakan. Mungkin dolar Rp 2000 memang jauh lebih berharga daripada 1 nyawa.
Februari 3, 2008 at 1:48 am
kalau proses tetep jalan yang nanggung hukumannya anak-anaknya ya bang?
Februari 3, 2008 at 1:50 am
owalah..gw ndak pinter buat ngertiin yang beginian. mending rajin2 cari uang biar bisa sekolahin anak orang sebanyak-banyaknya..
Februari 3, 2008 at 2:05 am
32 taun jutaan dari kita tertindas tanpa mampu melawan. saatnya merayakan. tsaaaahhhh……:D
Februari 3, 2008 at 2:07 am
Yang ironis itu wong2 cilik yang instingtif. Mereka diperdaya dengan manisnya kemudahan-kemudahan era orde baru, namun pada akhirnya memanen kepedihan karena kesalahan yang diperbuat pemimpin yang dulu dielu-elukan. **sokngerti.com**
Februari 3, 2008 at 2:08 am
huhuhu…. *meratapi nasib atas utang-utang negara yang ditinggalkan mbah harto*
Februari 3, 2008 at 2:32 am
Nto,..
jangan sembarangan nuduh kamu…
ga baek….
bukan masalah “fitnah™ ” atau memaafkan..
saya cuma kebayang,.. mana tahu ternyata yang dilakukan Harto Alm malah yang benar,..
ternyata bunuh org itu bener
ternyata korupsi itu fardhu kifayah
ternyata nyiksa orang itu sunnah …
………Edan…
dan rupanya jadi orang baik, saling mengingatkan itu malah berujung Neraka jahannam…
*ngomong2 hubungan mu ama Wiji Thukul apa , Nto??
Setiap komeng di post Soeharto mu, tak perhatikan bawa2 Wiji Thukul terus?
Februari 3, 2008 at 7:16 am
Benang kusut
Februari 3, 2008 at 8:09 am
Saya rasa philosopy dalam isi tulisan jelas dan mudah dipahami karena,
bukan berupa NASEHAT
bukan juga berupa AYAT AYAT
Ini hanya sebuah ajakan pemikiran, bahwa ada yang jauh lebih penting dari sekadar menjadi berhala harta.
…..sudah ah, pagi pagi kok malah saya menasehati.
Februari 3, 2008 at 9:25 am
Mudah mudahan penguasa kita kali ini bisa belajar dari sejarah dan tidak mengulang ulang sejarah.
Februari 3, 2008 at 10:09 am
emang banyak banged yg perlu drombak dinegeri ini.. harusnya fakta tdk usah dtutup2i.. ga apa2 buku sejarah jadi tebel kaya’ kamus *untung udah lulus sma*, asal sejarah ga diapus dari pemikiran kita… ck..ck..ck..
Februari 3, 2008 at 11:07 am
jaman sekarang susah karena ndak ada lagi REPELITA dan PELITA, ntok..
kita dulu kan mo memasuki “era tinggal landas”.. kalo saja Pak Harto belum keburu dilengserkan pati kita sudah tinggal landas.. walau ndak tau nanti bisa jatuh lagi atau meledak di udara? hehehe
yah.. yah.. nunggu komen dari Baginda Nabi dulu, ah..
kita tunggu sabda, ayat, dan nasehat beliau..
Februari 3, 2008 at 11:09 am
bener mas enak bgt,klo sekarang mau enak lagi juga bisa koq.. kita utang lagi aja.. ntar kan yg bayar anak dan cucu kita… hehehho.. ;))
Februari 3, 2008 at 11:13 am
saya juga bingung sm sejarah indo, sapa yg benar sapa salah. buku dibuat lalu dibakar. untung saya tidak harus lewati masa2 wajib belajar itu lg. jadi membayangkan bgm anak saya akan belajar sejarah nanti. apakah peristiwa2 dalam periode orde baru itu akan dituliskan dalam buku sejarah??? who knows..
emaknya aja bingung kyk gini gmn nanti mau ceritain ke anak…. *puyeng aquw*
Februari 3, 2008 at 12:23 pm
@zam : tinggal landas atau tinggal kandas…
Februari 3, 2008 at 12:46 pm
sebuah posting yang bermutu. selamat, nto! 😀
Februari 3, 2008 at 1:39 pm
*angguk-angguk kepala baca komen mas iman*
Februari 3, 2008 at 2:42 pm
good posting, to!
ya, lagi2 sejarah negeri ini memang selalu dibuat oleh orang2 yang punya kepentingan to! untuk dihapalkan anak2 sekolah yang akan dipanen hasilnya saat pemilu datang
Februari 3, 2008 at 2:42 pm
*kt temenku yg lulusan sejarah “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai sejarahnya”
So, kpn nee kita bs tau sejarah yg benernya?? terlalu banyak manipulasi dan kepentingan disana/sini…
Ffffiiiuhh… Mumet je:(
Februari 3, 2008 at 3:24 pm
om anto.. bikin banner usut soeharto dong..
🙂
trus seluruh blogger masang di sidebarnya…
bagaimana?
merah pasti tuh kuping ‘mereka’..
Februari 3, 2008 at 3:37 pm
jadilah penguasa nto, dan kau bisa menentukan sejarah. salam dari sarah kekekkek
Februari 3, 2008 at 4:22 pm
tumben bocah iki nggenah, lagi kesurupan sopo nto? opo ketularan viruse kang iman?
Februari 3, 2008 at 5:27 pm
Wah..kq tumben postingan kali ini laen dari biasanya. Hemmm,btw.. suka dangdutan ya mas?
😆
Februari 3, 2008 at 5:40 pm
Yup, besok senin 3 februari 2008 ada aksi Menuntut Penyelesaian Kasus Soeharto…Perdata.
Tempat di HI-Jakarta.
Salam Perjuangan
Februari 3, 2008 at 5:42 pm
yang jelas urusan dunia pak harto sudah habis..trus urusan pidana juga ngga bisa diteruskan karena yang tersangka sudah meninggal,…kalau mau diusut sih tinggal urusan perdata sama orang-orang yang dulu ikut bersama beliau (mantan-mantan pejabat). dari sekian banyak kasus (masih disangka) ngga mungkin cuma sendirian. Kalau urusan sejarah kayaknya agak susah sebabnya selain generasi muda tidak menyaksikan langsung, generasi tua juga banyak yang tidak tahu. siapa yang berkuasa (siapapun orangnya) dialah yang berkuasa mengubah sejarah, misalnya perubahan nama stadion gelora bung karno dan nama propinsi papua. demikian komentar saya maafkan kalau salah 🙂
Februari 3, 2008 at 7:48 pm
Akhirnya km membahas ini juga..sip.sip.sip.. 🙂
*tua mode on*
Yg membekas dr peninggalan eyang itu bagi saya adalah kita terlatih untuk mengagungkan harta,.hanya fisik saja. Mental kita terdidik cetek.. Smg kita smua cpt sadar dan cepat utk memperbaiki kerapuhan bangsa ini
Ehm.. *tua mode off* 😀
Februari 3, 2008 at 8:25 pm
postingan anto kali ini sungguh berbeda dan sangat bermakna. apa ini tanda-tanda anto mau lulus ya? 😕
Februari 3, 2008 at 8:36 pm
diriku kalo mengenai pak harto gak komen ah..maaf mas..orang meninggal mah gak baik diungkit ungkit, cukup pengadilan Allah yang akan membalas nya..hihih
diriku kamis sore berangkat, kamis malem tiba di jogja..cahandong : miss u 😀
Februari 3, 2008 at 9:14 pm
semoga arwah beliau diterima disisinya..bagaimanapun juga setiap orang punya sisi baik dan buruk..dan itu bukan cuma suharto duank..pemimpin indonesia lainnya pun memiliki kekurangan dan kelebihan..
Februari 3, 2008 at 9:19 pm
selagi pemilik blog inget lagu dangdut, di alam sana ada yg dengerin “… take me down to the paradise city…”
Februari 3, 2008 at 10:04 pm
asyik anto garang lagi
Februari 3, 2008 at 10:49 pm
Tunggu saya di Jogja Cak Anto.
Nomer hapemu piraaaa????? 😆
Februari 3, 2008 at 10:57 pm
wew…sebuah butir dari koil,
semoga bisa jadi rengungan, Kenyataan Dalam Dunia Fantasi “aku tak butuh pengertianmu
aku bukan bagian dari sejarah yang kau
tulis kau bingkiskan untuk anak dan cucumu
aku tak butuh penjelasanmu
aku bukan bagian dari kebanggaan
yang membuat kita tak berpenghasilan
nasionalisme adalah tempat tinggal yang kita bela
nasionalisme untuk negara ini adalah pertanyaan
nasionalisme untuk negara ini dan kehancuran
nasionalisme menuntun bangsa kami menuju kehancuran”
salam pembebasan
Februari 3, 2008 at 11:43 pm
sejarah yah?….tergantung 2009 siapa yang naik kayanya…
kl darah muda, dipastikan bakalan agak rame..tetapi entah sejarah orde baru akan d bawa kemana..sejarah yang lalu diluruskan atau dipelintirkan, ya alhamdulillah dituliskan secara benar tanpa harus diberi bumbu…
Februari 4, 2008 at 12:04 am
huh ngapain qta repot2 mikirin negara…
khan udaa adaa presiden..
buat apaa ada presiden klo rakyatnya mikirin negaranya tyuz….
key brooo??
Februari 4, 2008 at 12:06 am
ehh gw niy khan lagii blajar bwt blog…
tolong dibimbing yaa…
Thx…
faizalceper.wordpress.com
ceper_alone@yahoo.com
Februari 4, 2008 at 1:00 am
Dan saya suka iri melihat cara negara-negar luar (Afsel, Chile, dll) dlm menyelesaikan kasus yg berhubungan dgn sejarah kelam masa lalunya. Satu hal yang tidak ada disini.
Februari 4, 2008 at 11:16 am
Kalo menurut saya, bolehlah masa lalu itu diluruskan. Tapi apa ya ndak lebih baik kalo memikirken masa depan bangsa ini dulu. Yang ada di masa kini saja sudah ndak karu-karuan. Kalo nanti bangsanya sudah mapan, baru melurusken masa lalu.
*kaboor dikejar yang duluan komen…
Februari 4, 2008 at 11:33 am
Sejarah penting
Masa depan bangsa juga penting
Yang bagus,
Membangun masa depan dengan semangat sejarah kejayaan masa lalu.
Februari 4, 2008 at 1:46 pm
Sejarah nggak ngajarin kita apa-apa… (history will teach us nothing)….(Konon menurut The Police)…!!
Februari 5, 2008 at 2:07 am
sejarah negeri ini, manakah yang masih bisa saya percaya?
Februari 5, 2008 at 11:40 am
Ass….setuju dgn mas Anto bilang-in…..sejarah perlu diluruskan……,betapa kita selalu mudah melupakan sejarah. oiya salam kenal sama mas Anto dari sy
Februari 5, 2008 at 6:09 pm
U/ penguasa yng pegagng pena mau kemana kasus Mbah Harto dibawa!!
Kita hidup saat ini, dan untuk esok. tapi bukan berarti masa lalu harus dilupakan. karena masa lalu adalah cermindan pelajaran untuk melangkah saat ini dan esok.
Lha kalo cermin itu buram dan retak2 n di modif sesuai kehendak perut yang berkuasa, ghimana mau jadi pelajaran?? Buta n bego’ terus dhonk kita nantinya.
Kita harus berani letakkan yang benar itu benar, yang salah itu salah, soal nanti dimaafkan itu soal lain, kan kita masyarakatnya pemaaf dan pelupa??
Kasian ank cucu kita nanti nggak pernah belajar dari masalalu org tuanya.
Februari 5, 2008 at 8:29 pm
“Tapi ada sebuah hal penting yang kita perlu sadari, bahwa negeri ini perlu pelurusan dan penjernihan sejarah”
Petanyaannya : Siapa yg sampeyan “tunjuk” untuk meluruskan dan menjernihkan sejarah negeri ini ? Maaf klo pertanyaanku terkesan “pesimistis” (klo hal tsbt bisa dilakukan). Masalahnya pelurusan dan penjernihan sejarah akan sangat tergantung pada siapa yg meluruskan dan yg menjernihkan. Dalam prakteknya si pelurus/penjernih akan membuat sejarah menurut cara pandangnya yg pada akhirnya nanti…, semakin banyak orang yg ditunjuk maka akan muncul pula banyak “versi”. Kejujuran akan sangat sulit didapatkan bila kita bicara soal sejarah. Contoh kasus, jika anak kita tanya tentang sejarah kita (bapaknya) maka kita cenderung untuk mengatakan yg baik2 aja, yg jelek2 gak pernah diungkapkan. Dan maaf…,klo mo jujur, agaknya kita lebih sering peduli/care pada masa kini dan masa depan, sedangkan masa lampau sudah kita lupakan setelah kita lepas dari bangku pendidikan.
Btw…,
Klo kita kembalikan lagi pada yg namanya daripada Bapak Soeharto maka…silakan dilurusken ato dijernihken aja sejarahnya, aku gak mo ikut campur. Bukannya takut ato gak peduli….aku cuman pernah salaman aja pas waktu dilantik jadi serdadu dulu dan sesungguhnya aku gak tau apa2 soal daripada yg namanya Bapak Soeharto….Sungguh!! (*tertunduk sedih*)
Februari 16, 2008 at 7:36 pm
Banyak ngomong tanpa tindakan. Banyak menghujat tapi di belakang melakukan hal yang sama, apalagi kesempatannya ada. Yang jelas, kita pernah hidup di jaman dia, bisa sekolah, makan dan melanjutkan hidup yang berbeda dengan jaman sekarang yang serba terhimpit. Jangan bicara benar atau salah, karena masalah HAM akan berbalik menjadi bumerang bagi bangsaku untuk mewujudkan liberalisme-nya. Bangsaku sudah mengarah pada liberalisme. Dan jangan pernah menjadi manusia munafik yang hanya berani di belakang dan keroyokan, kalo sudah kepepet bisanya minta suaka ke negeri orang. Jangan jadi bangsa yang memalukan bangsanya sendiri.
Februari 22, 2008 at 1:42 pm
saya sependapat sama serdadu95. Sejarah itu banyak versinya. Sebagaimana orang NII mengatakan RI-lah yang salah, namun sebaliknya orang-orang RI mengatakan NII-lah yang salah. Yang pasti di NII nama Soeharto di sanjung.