Oportunis dari UGM!
Juli 28, 2007
Kata sangat kasar, saya ucapkan dalam hati kala membaca sebuah artikel di majalah kampus. Saya tidak tau, jenis makanan apa yang disantap si bocah tadi sejak kecil. Bagaimana cara mendidik yang diterapkan oleh orang tua si bocah.
Jadi di otak si bocah itu hanya barisan nilai di KHS (Kartu Hasil Studi). Mimpi buruk yang dia alami jika nilainya hanya D dan C. Dan dia sudah membayangkan masa depan cerah bersama nilai-nilai A dan B yang menghiasi KHS-nya itu. Segala cara dia lakukan. Salah? Tidak, mungkin menurut anda.
Pancasila menurut bangsat bocah itu cuma penolong nilai, karena mungkin sangat mudah. Kalu kita ingat waktu pelajaran jaman sekolah dulu, untuk mengisi isian jawaban mata pelajaran PPKn atau PMP adalah menuliskan jawaban yang berlawanan dengan hati nurani.
Yah, silahkan nilai di KHS itu anda makan, mungkin anda akan Kenyang. Lulusan macam ini yang ketika lulus hanya akan mengantongi nilai (saja) di ijazahnya. Mungkin dia pandai, mungkin dia cerdas, sayangnya tidak menurut saya. Makhluk macam ini yang tidak akan lolos dari persyaratan cerdas dan pintar menurut standar saya. Setelah bekerja pun dia akan menghamba kepada anjing-anjing kapitalis. Bekerja seperti kerbau dungu.
Idealisme? sudah mati.
Juli 28, 2007 at 10:54 am
pertamax
Juli 28, 2007 at 10:58 am
setuju sekali..tapi bukankah generasi kaya gini kan yang diharapkan pemerintah? generasi manut yang diharapkan mewarisi tradisi bejat mereka, generasi pintar hanya otak diotak tapi tidak memakai akal sehat, idealis hanyalah teori buku2 usang saja…
Juli 28, 2007 at 11:01 am
*weks pelototin gambar lebih jelas lagi*
itu mahasiswa-nya ataukah anak SD mas? takut nilai raport merah hingga berakibat uang bulanan berkurang.
*geleng-geleng.. untung dulu kuliahku ga beres*
Juli 28, 2007 at 11:16 am
mudah²an saya tidak menjadi anjing.. secara sedang kuliah² di negeri anjing kapitalis juga
Juli 28, 2007 at 12:10 pm
Waduch parah sekali mental dia (atau mereka nTo?). Mungkin hal2 semcam inilah yang membuat pendidikan moral pancasila (istilah dulu) menjadi sesuatu yang hampa tanpa makna dan nilai.
Motivasi untuk mempelajari mata kuliah tsb hanyalah sebatas angka2 saja…
Tapi memang sepertinya idealisme sudah mati dan berganti suatu aliran baru, yaitu realism…
Mungkin mereka2 itu berpikir realistis bahwa di negara kita ini betapa diagungkannya lembaran ijazah dan lembaran2 lain yang berisi angka2.
Juli 28, 2007 at 12:12 pm
Kok marah marah terus sih, sejak postingan yang ini…
btw, nilai Kewarganegaraan’e Mas Anto dapet opo? aku dapet A Lho…
*bletakkk*
Juli 28, 2007 at 12:19 pm
dan memang tidak salah menurut saya!dengan catatan…segala cara yang bener…yang halal…bukan yang dihalal halalkan…
Nilai A dan AB itu penting, namun yang lebih penting adalah mempertanggungjawabkan semua yang sudah kita dapet itu, benul?
Juli 28, 2007 at 12:23 pm
Hettrik!
nambahi aja.
percuma!bullshit dapet A, kalo nyatanya emang gabisa
bubye
thankz for hetrik!
muah!
Juli 28, 2007 at 12:32 pm
Beberapa orang yang saya kenal juga ada yang begitu, kok. Malah dulu pas SMA ada serombongan orang yang ngikutin guru sableng demi nilai ‘9’ di raport… 😎
Tapi, menolak kurikulum semata karena matkul tambang ‘A’ lenyap? Agak terlalu egois. Seenggaknya sebutin kek kelebihan yang lain, yang bisa bernilai positif buat mempertahankan matkul tersebut. 😦
Juli 28, 2007 at 1:09 pm
huehehehehe…benar, sayangnya masih banyak perusahaan yang merekrut karyawan berdasarkan selembar ijazah…:)
Juli 28, 2007 at 2:36 pm
Yap, ijazah memang bukan tolak ukur yang tepat sebenarnya. Karena kemampuan untuk mengisi otak dengan berbagai mantra saat di bangku sekolah dan kuliah itu seringkali bukan hal yang diperlukan jika si pemkilik otak bukan orang yang mampu menempatkan dirinya untuk bertindak dan bersikap dengan baik sesuai tempat dan kondisinya. Hanya manut dengan teori omong kosong belaka.
Juli 28, 2007 at 3:11 pm
Setuju dengan komentar diatas sayah [toas dulu nas]. Kadang kita lebih melihat kulit daripada isi, melihat lembaran2 ijazah daripada kemampuan. penampilan kadang menipu ya.
Eh to, apa betul idealisme sudah mati?! kalau semaput mah iya.
Juli 28, 2007 at 3:52 pm
waduh…cetek banget pemikiran anak itu. buat apa tho nilai tinggi-tinggi kalau nggak ada ilmunya? payah!
btw sejak kapan lo jadi doyan nyebut doggy? 😕
mbok dikuliahi dulu postingannya kekekekekk 🙄*sumpel anto pake kamus bahasa*
*kabuuurr sebelum dirajam*
Juli 28, 2007 at 4:13 pm
bukankah pendidikan di negeri ini buat mencetak anjing kapitalis?
konyolnya, itulah parameter sukses, hanya menjadi seekor anjing!
Juli 28, 2007 at 7:33 pm
Sepakat sama artikel ini…
Tapi memang kadang2 saya lebih berharap nilai2 yang tinggi untuk mata kuliah umum 🙂
Juli 28, 2007 at 11:14 pm
Kenapa g posting ini dari awal aku kuliah??!? Tau gitu aku g ‘ngoyo’ ngapalin materi buat UAS, mending ngerjain apa yang aku suka.. Sekarang kompre udah di depan mata, jd semangat blajar biar cumlaude *hoek, pusing, mual, muntah2*
*dimasukin Anto ke box kapitalis*
Juli 29, 2007 at 1:37 am
Hahaha… beginilah sedikit potret pendidikan Indonesia…. (mudah-mudahan saya dan para komentator tidak pura-pura idealis. Hehehe… :D)
Juli 29, 2007 at 2:56 am
Sabar mas … sabar … *kipasin mas anto!*
Fakta di lapangan memang seperti itu mas. Gak sedikit yang berpikiran seperti itu. Entah, karena perubahan zaman atau pergeseran nilai yang menyebabkan hal seperti ini. Yang jelas faktanya adalah kebanyakan mahasiswa mulai menganggap nilai n IPK akan mengantarkan mereka kesuksesan yang pasti.
Ane sendiri sepakat kalau IPK penting. Penting banget malah *setidaknya demi membahagiakan ortu*! :-D. Cuman yang salah ya seperti yang mas anto utarakan. Anggapan bahwa nilai A & B menciptakan sebuah kesuksesan yang absolut!
Kayaknya butuh tulisan dari yang udah mencapai kesuksesan tanpa nilai yang tinggi2 amat!
*berdoa supaya g jadi mahasiswa tipe tulisan di atas*
Juli 29, 2007 at 6:46 am
A-min
Juli 29, 2007 at 6:56 am
di indonesia kan yang dinilai orang itu pintar ato enggak kan dari nilainya di ijazah, bukan kemampuannya
Juli 29, 2007 at 7:24 am
Itulah parahnya penilaian manuasia.
Orang pintar dan cerdas hanya dinilai dari nilaai ijasahnya saja
Padahal semua orang cerdas!!!!!!!!
Juli 29, 2007 at 7:34 am
Setahuku di dunia kerja ndak terlalu ngaruh tuh izasah, yang pentik skill dan kecocokan. Oh iya, sama keberuntungan tuh.
Juli 29, 2007 at 7:52 am
“idealisme?sudah mati”
benarkah separah itu?apa benar2 tak ada lagi orang yang punya idelisme?
huh…doaku…moga yang kau tulis itu tak terlalu benar. semoga saja masih ada idealisme di dunia ini.TETAP SEMANGAT!
Juli 29, 2007 at 8:22 am
saya sampai mengulang kewaranegaraan 3X!!! Hetrik! itu saking cintanya sama pancasila.
siapa bilang PPKN itu mudah?
Juli 29, 2007 at 9:18 am
jadi inget pak ary sukowati, dosen pancasila saya dr filsafat.
“di sini waktunya nggak cukup. kalo mau, mas boleh main ke rumah saya. nanti kita bisa diskusi di sana. nanti kalo mau, saya pinjemin buku saya semua.”
teringat waktu masih muda. kuliah pancasila masuknya cuma bisa diitung jari, tapi tiap masuk rajin mendebat beliau. nilai akhir dapat a.
yeah, sedikit keberuntungan dapat jatah dosen yg open mind 😀
Juli 29, 2007 at 9:32 am
hohoho tp bwt mahasiswa kebanyakan nilai A itu penting c walopun g jamin dpt A emang udah nguasai mata kuliah ato cuma keberuntungan aja..
Juli 29, 2007 at 10:01 am
*teringat nilai KHS yg hancur berantakan* 😦
Banyak pendapat bahwa kuliah umum (MKDU)bisa membantu nilai. Tapi kalo dibilang mudah, gak juga. Temen2 saya banyak yang harus mengulang sampai 3kali mata kuliah Pancasila, IBD ato ISD.
Ada pendapat kayak gitu mungkin karena orangnya yang tidak bisa meresapi makna ilmu *hasyyah!*, ATAU karena kuliahnya benar2 membosankan. Jauh dari kenyataan, serasa belajar tentang negri antah-berantah.
Jadi inget kata dosen saya, kalo suatu mata kuliah banyak yang gagal, ada dua hal yang bisa jadi penyebab: Mahasiswanya yang malas belajar atau dosennya yang tidak pandai mengajar.
Tapi kalo mahasiswa jadi terlalu berorientasi pada nilai, eh, kemana aja sih kamu?*ngomong ke kaca* Gak pernah ikut Responsi Agama ya? Kan ada tuh dijelasin tentang makna menuntut ilmu 😀
*kesambet setan serius*
Juli 29, 2007 at 12:32 pm
yang model begitu di kampus saya banyak tuhh kalo mw di list, rencana juga saya gak betah di kampus sekarang, mau balik ke TK ajah ( mau magang ngajar anak2 maksudnya untuk gak ngikutin model mahasiswa kayak gituan)
Juli 29, 2007 at 1:06 pm
nilai pancasila saia D.
kenapa? karena saia jarang masuk. sepadan.
toh pada akhirnya saia dapet A(per B) juga setlah ngulang.
well, kalo dilapangan masih banyak perusahaan yang ngandelin ijasah ber IP diatas 2.75. apalagi kalo kuliahnya di univ negri. kayak… ummm… Universitas Gedhe Mbayare mungkin?heheheheheeh… kidding.
Juli 29, 2007 at 2:06 pm
hehehe… ada yg marah2.
Juli 29, 2007 at 2:12 pm
Juli 29, 2007 at 2:14 pm
Walah…
Blockquote-nya jadi error gitu ya??. Jadi quote semua… 😀
Juli 29, 2007 at 5:46 pm
@ alex
Huah, sampai segitunya di kampus sana…? (o_0)”\
Juli 29, 2007 at 9:30 pm
@alex :
puih, ternyata ketidakadilan di dunia kampus ndak cuma terjadi di kampusku..
cuma klo di tempatku sini lucu2, pada semena2 smua..
:celingak-celinguk: *cari arul* -lagi ndak ada arul kan?- 🙄
tapi tetep ndak sebejat yang di tempat alex kok..
Juli 30, 2007 at 2:54 am
yang cerdas kan khsnya belum tentu orangnya
Juli 30, 2007 at 2:58 am
PANCASILA … semakin banyak orang yg menginjak-injaknya … thanks to a great movement called “reforma-shit” … 😦
Juli 30, 2007 at 4:21 am
MAs Anto sndr gimana??? Setuju pa g klo’ mata kuliah Pancasila dihapus?
Juli 30, 2007 at 4:56 am
halah apa sih ini, marah2 mulu???? :p
Juli 30, 2007 at 6:05 am
idealisme sepertinya sudah mati … fenomena yg lumayan PARAH dan ANNOYING … 😦
Juli 30, 2007 at 6:15 am
nilai bukan segalanya, dab..
sing penting karya dan sumbangsihnya pada
Pancasila dan UUD 45masyarakat.. 😀Juli 30, 2007 at 7:02 am
PMP, mpek mpek…………..!!!
ada kapal selam!
tapi, cukany wou asem, pedes……. seger!!!!!!
Juli 30, 2007 at 9:29 am
Hmm.. gue malah gak suka banget sama pelajaran pancasila..nilai nya gak pernah bagus..heheh lebih parah mana gue sama si bocah
bangsatitu?Juli 31, 2007 at 1:05 pm
waduh to..kata-katamu,
emang itu yang diajarkan selama ini?
he..he..
*kaboorr…*
Agustus 1, 2007 at 3:12 am
mas anto, cuma sedikit banget dari mata kuliah dulu yang di dapat dikampus yang diterapkan saat kerja, tenang aja kok, ada nilai D juga gak apa-apa, masih keterima kerja juga. (jadi ingat Pak Ag.Suryandono yang ngasih nilai D…). mata kuliah nggak mutu ya dihapus aja
Agustus 1, 2007 at 1:16 pm
Pancasila saya dapet C, itupung ngambil mata kuliahnya dua kali…
Agustus 2, 2007 at 7:08 am
ada yang bilang, idealisme adalah kemewahan yang terakhir yang para pemuda.
setelah lulus, idealismenya bakal ilang kesapu sama duit, jabatan, intrik etc. etc….
moga gak jadi kaya gitu deh, amin….
Agustus 2, 2007 at 7:09 am
haduh, salah nulisnya.
yang bener;
“idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki para pemuda”
Agustus 3, 2007 at 3:32 am
Hahhh… padahal Bp Soekarno merenungkan Pancasila siang-malam utk dijadikan dasar negara, kok malah diinjak2 ya? Kasihan beliau, sedikit yg menghargai hasil pemikirannya yg brillian itu.
Agustus 3, 2007 at 5:28 am
UGM boo ku kira nih kampus ok n kerenz baget tp ku kadang kecewa stlh masuk sini,
banyak lho yang nganti2 nilai gitu ga tanggung2 niali2 nya pada diubah jadi A………………
mau jadi apa UGM n Indonesia nantinya
Agustus 4, 2007 at 6:37 am
baaaaaahhhhh, mosok cuma gara2 deret karbon aja sudah takut setengah mati. masa depan itu bukan ditentukan oleh nilai di KHS, tapi dari kerja keras kita. Mau A semua kek, B semua kek, aku bahkan D semua, kita masih punya kesempatan sukses kalo mau berusaha…..
teriakan hati nurani mahasiswa yang huruf D sering menghiasi KHS-nyaAgustus 7, 2007 at 1:19 pm
[…] tak semua dari kawan menyadarinya, semua seolah berlomba menggendutkan perut istri dan anak mereka, setor muka bahkan […]
Agustus 8, 2007 at 6:32 am
aku pernah dijanjiin dapet A oleh si ndosen.
ntapi ngkarena nyolek-nyolek udel si burung.
akhirnya cuman dapat Beeee. hayah,…
dosen pancasila aja kagak pancasilais
Desember 13, 2007 at 9:56 pm
[…] Oportunis dari UGM! […]
Januari 22, 2008 at 2:35 am
turut berduka cita..